
Pengelolaan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui lampu Linmar di Pondok Pesantren Darul Hidayah sudah dilakukan sejak 8 tahun lalu, hingga saat ini sudah tercatat 650 rumah dari Sabang-Merauke yang telah mendapatkan penerangan secara gratis lampu Linmar yang berupa LED dengan 12 Wall dengan menggunakan batre/aki dan memanfaatkan sinar panel. Kewirausahaan ini telah bekerjasama dengan perushaaan BUMN yaitu Telkom, selain itu juga dengan Yayasan Kilat Peradaban, dimana tujuannya selain untuk memberikan pemberdayaan peningkatan perekonomian pada masyarakat juga mengoptimalkan santri yang tidak memiliki pekerjaan dengan diberikan pelatihan baik memproduksi lampu Linmar atau marketing, di mana santri akan diberika upah dengan tujuan tidak sekedar mengejar duniawi namun akhirat dalam pembuatan lampu Linmar tersebut yang digunakan untuk menarangi masyarakat yang membutuhkan penerangan. Dana yang disumbangkan untuk pembuatan satu lampu Linamr ini yaitu 2,4 juta akan tetapi modal yang dibutuhkan hanya 1,6 juta. Maka sisa tersebut diberikan sebagai upah bagi yang berkontribusi dalam pembuatan lampu Linmar. Tentu ini dengan persetujuan satu sama lain. (Hermawan, 2021 )
Peran Pondok Pesantren Darul Hidayah tidak hanya memberikan dalam pengajaran ilmu agama tetapi memberikan pengetahuan lain seperti pembuatan lampu Linmar ini khususnya dalam menghadapi berbagai macam perubahan di era moderensasi yang terus hadir tekonologi semakin beragam. Peran merupakan sebuah pengaruh yang diharapkan dari seseorang pada hubungan sosial. Peran merupakan pengaruh yang berhubungan dengan status atau kedudukan sosial tertentu, peran juga berlangsung jika seseorang melaksanakan hak juga kewajiban sesuai dengan statusnya. Menurut Soekanto peran dibagi menjadi 3 yaitu, Pertama peran aktif yaitu peran yang diberikan anggota kelompok karena kedudukan dalam kelompok sebagai aktifitas kelompok itu sendiri. Kedua, peran partisipatif merupakan peran yang diberikan anggota kelompok pada kelompoknya dengan kata lain memberikan sumbangan yang berguna bagi kelompok itu sendiri. Ketiga, peran pasif adalah sumbangan anggota kelompok yang sifatnya pasif. Di mana anggota kelompok menahan agar memberikan kesempatan pada fungsi. (Peran Badan, (Malalayang, Manado 2017) Maka di sini dapat diketahui bahwa peran merupakan suatu tindakan yang membatasi seseorang atau organisasi dalam melakukan sebuah kegiatan berdasarkan tujuan dan juga ketentuan atas kesepakatan bersama guna dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Sedangkan menurut Sedangkan pengertian Peran Lembaga Sosial Menurut Dewi Wulan Sari peran merupakan konsep mengenai Apa yang harus dilakukan oleh individu dalam masyarakat meliputi beberapa tuntutan perilaku dari masyarakat terhadap seseorang dan merupakan perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. (Nurhayati, (Universitas Lampung: 2017)) Pondok Pesantren Darul Hidayah sebagai salah satu lembaga sosial telah menerapkan peranannya sesuai teori yang telah disebutkan sebelumnya melaui kewirausahaan lampu Linmar yang dalam pengelolaannya wirausahaanya tersebut mampu memberikan kepentingan atas struktur sosial masyarakat dengan pemberdayaan melalui pengenalan Human Entrepreneurship. Pemberdayaan ekonomi pada dasarnya merupakan suatu upaya dalam pengoptimalan dalam meningkatkan kemampuan masyarakat dalam suatu lingkungan agar memiliki kualitas hidupnya secara mandiri, terutama dalam masalah ekonomi. (Istan, 2017 )
Menurut Kim Human Enterpreneurship yaitu mengejar pertumbuhan kewirausahaan pengembangan manusiawi untuk sebuah realisasi peluang dan organisasi yang berkelanjutan. (K, 2016 ) Dapat di simpulkan Human Enterpereneurship ini sebagai siklus berbudi luhur dari penciptaan nilai dan distribusi yang mengacu pada imbalan yang sesuai bagi karyawan terkait kontribusi yang mereka kerjakan terhadap nilai yang diciptakan suatu perusahaan. Sesuai dengan teori yang disebutkan, di sini Pondok Pesantren Darul Hidayah telah mencipatakan sebuah Human Enterpereneurship berupa suatu nilai produksi yang memberikan imbalan pada santri sebagai karyawan melalui produk Linmar.
Dalam pengelolaan untuk membangun sebuah loyalitas, Pondok Pesantren tidak hanya memberi kemudian membiarkan begitu saja tetapi lampu Linmar diberikan garansi produk selama 10 tahun, kemudian diadakannya sebuah pameran dengan tujuan sebagaian masyarakat dapat mengetahui dan bertanya mengenai produk lampu Linmar, kemudia dalam pembuatannya Pondok Pesantren Darul Hidayah telah melakukan perizinan pada pemerintah tujuannya agar masyarakat percaya akan produk Linmar. Dalam mempertahankan Value Sosial Enterpeneur maka produk Linmar tidak diperjual belikan secara komersil, namun kembalai pada tujuan yaitu untuk pemberdayaan sebagian masyarakat yang belum merasakan pemerataan dalam peningkatan perekonomian dan mengurangi sebuah tingkat pengangguran dengan memberikan pelatihan dan pekerjaan pada santri dalam pembuatan lampu Linmar. Kemudian, dalam pembuatannya lampu Linmar tidak menggunakan bahan limbah yang dapat meracuni masyarakat dan pencemaran alam dalam rangka mengurangi sebuah kerugian lagi pada negara atas pencemaran yang perlu diatasi.
Dampak yang dirasakan bagi santri dan masyaraakat dalam peningkatan perekonomian denhan adanya Human Enterpereneurship melalui lampu Linmar tentu terlihat jelas.
- Pondok Pesantren Darul Hidayah : kemanfaatan yang dirasakan oleh sebagian orang dengan mengutamakan kemausiaan pada kegiatan lampu Linmar di mana melibatkan santri menjadikan jalinan baik antara masyarakat dengan Pondok Pesantren Darul Hidayah juga kepedulian masyarakat dalam peningjatan sumbangan untuk pondok pesantren dari beberapa pihak.
- Santri : mengurangi tingkat pengangguran dengan mendapatkan pekerjaan dengan pelatihan juga imbalan bagi santri yang berkontribusi baik alat kebutuhan atau biaya hidup selama berada di Pondok Pesantren Darul Hidayah. Selain itu, penanaman tanggung jawab atas quality control yang diterapkan pada pembuatan produk yang diprosuksi dalam meminimalisir kesalahan dan memberikan kepuasan pada konsumen.
- Masyarakat : mengurangi tingkat pengangguran bagi masyarakat yang ikut berkontribusi. Selain itu, dengan produksi ini sebagian masyarakat diberikan hasil atas ussahanya brupa materi atau non-materi. Selain itu, masyarakat menjadi lebih produktif dalam meningkatkan kualitas dalam bekerja dengan adanya penerangan. Di mana mereka disebagian wilayah pelosok mampu bekerja hingga menjelang malam atau hingga larut malam, tanpa disadari dengan adanya penambahan waktu jam kerja tanpa ada hambatan mereka mampu memenuhi pemenuhan dalam peningkatan perekonomian
Baca Selengkapnya

Menggunakan peci berwarna hitam dan sarung khas, Ahmad Azis Santoso (19) berjibaku dengan rangkaian alat elektronik. Wajahnya nampak serius teliti memperhatikan setiap komponen. Tangannya cekatan menyolder satu demi satu rangkaian menjadi lampu Limar atau Listrik Mandiri Rakyat.
Ya, siapa sangka, dari ruangan kecil berukuran 4x3 meter di Pondok Pesantren Daarul Hidayah Bandung lampu limar ini lahir. Lampu limar hasil buatan anak bangsa ini diproduksi dari tangan-tangan mahir para santri. Menyelamatkan daerah-daerah pelosok negeri yang tak terjangkau listrik.
Limar memang bukan lah lampu biasa, lampu hemat energi ini memang tujuannya bukan untuk komersil. Diproduksi sendiri dan tidak dipasarkan. Dirintis sejak 2008 oleh Ujang Koswara, kini Pondok pesantren yang terletak di Jalan 17 Agustus II No 19, Batununggal, Bandung ini turut memproduksinya.

Penuh ketelitian, Aziz menempelkan timah ke ujung solder lalu menempelkannya ke papan sirkuit berwarna hijau. Komponen elektronika yang ditangani, menyatu dengan papan rangkaian PCB dengan menggunakan timah tersebut. Ketika rangkaian kelistrikan telah rampung, proses selanjutnya ialah memasang dudukan lampu serta kaca bias.
Proses pembuatan lampu Limar tentu butuh ketelitian. Dari menyatukan rangkaian komponen listrik, uji coba lampu hingga pengemasan. Sekilas memang seperti lampu bohlam biasa, namun lampu Limar ini berupa lampu LED atau Light Emitting Diode yang tenaga listriknya berasal dari surya panel.

Langkah terakhir produksi lampu Limar yakni menguji kualitas dari lampu. Setelah dipastikan lampu limar bisa berfungsi dengan baik, maka lampu Limar memasuki tahap pengemasan.
Dalam satu set dus, terdapat lima lampu Limar yang dilengkapi dengan stop kontak dan kabel kurang lebih 25 meter. Limar ini nantinya didistribusikan satu paket dengan panel surya sebesar berkemampuan 20 WP.

Meski hanya 1,5 watt namun Lampu Limar setara 10 kali lipat lampu pijar. 19 lampu LED yang dipasang melingkar tersebut didesain agar cahayanya tersebar merata secara luas. Adapun cangkang lampunya dengan bentuk seperti bola golf.
Lampu Limar yang diproduksi setidaknya 20 santri ini bisa bertahan hingga pemakaian lebih dari 10 tahun. Lampu Limar tetap bisa menyala, meski panel surya tak bisa menangkap terang matahari yang terhalang oleh situasi cuaca.Kelebihan Lampu Limar selain hemat energi, lampu ini juga mengurangi gas karbondioksida.
Dalam instalasinya pun sangat sederhana, panel surya mengonversi listrik yang kemudian disimpan di dalam aki, lalu lampu Limar mengambil daya dari aki yang sudah diisi listrik itu. Prosedur ini diklaim lebih efektif dan ekonomis untuk memberikan penerangan yang cukup memadai.

Pada kurun satu bulan, rata-rata 100 paket Lampu Limar atau sekitar 500 bola lampu Limar berhasil diproduksi oleh para santri. Bola lampu dengan daya 1,5 watt iniakan disebar di seluruh Indonesia.
Khususnya ke pelosok negeri yang tidak memiliki fasilitas penerangan atau belum tersentuh aliran listrik. Lampu buatan anak bangsa ini menjadi penyelamat, menerangi daerah di Indonesia yang sebelumnya temaram.
Sumber berita : https://www.merdeka.com/jabar/menilik-para-santri-di-bandung-merakit-lampu-limar-terangi-pelosok-negeri.html
Baca Selengkapnya

Pesantren biasanya identik dengan nuansa Islam. Namun, ada sisi yang berbeda dengan Pesantren Darul Hidayah di Jalan 17 Agustus II nomor 19, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung.
Dalam ruangan berukuran 4×3 meter di lantai dua Pesantren Darul Hidayah, dijumpai santri dengan mata fokus dan raut muka serius melelehkan timah dengan solder lalu menyatukan kabel dengan papan sirkuit PCB bulat berwarna hijau.
Seusai komponen elektronika menempel jadi satu, lampu dipasang dan dirakit ke dalam cangkang yang menyerupai bola golf. Lalu di tahap terakhir, lampu dites berpijar tidaknya cahaya dengan disalurkannya aliran listrik.
Selain beribadah, itulah kegiatan santri di Pesantren Darul Hidayah membuat Lampu Mandiri Rakyat atau Limar.
Ketua Yayasan Pesantren Terpadu Darul Hidayah, Asep Hermawan mengatakan, Limar berjalan mulai 2012 lalu. Lampu hemat energi dan ramah lingkungan ini, dibuat berdasarkan kepedulian atas masyarakat yang belum menikmati cahaya lampu dikarenakan tidak tersentuh listrik PLN.
Jika dilihat sekilas, memang lampu Limar memiliki ukuran kecil. Namun dibalik ukurannya, Limar didesain agar mempunyai cahaya yang cerah.
“Limar itu lampu LED, di mana satu ini watt-nya sekitar 1,5 tapi terangnya itu setara dengan 10 watt,” ungkap Asep saat ditemui Minggu (7/11).
Kemudian dalam produksi Limar, bergabung tujuh dari total santri di Pesantren Darul Hidayah. Biasanya, kata Asep satu santri dapat menyelesaikan satu box atau paket setiap harinya.
“Dalam satu minggu itu rata-rata sekitar 15 sampai 20 paketlah,” beber Asep.
Asep menyebut, satu paket Limar berisi lima lampu, obeng, kabel sepanjang 25 meter, saklar, aki, dan solar panel.
Dengan pesantren menggandeng sejumlah perusahaan yang bermurah hati memberi bantuan dana Corporate Social Responsibility (CSR), Limar diberikan kepada warga yang kesulitan memperoleh akses listrik PLN secara gratis.
“Pembiayaannya kami kerja sama dengan perusahaan besar. Satu paket ini pembiayaannya Rp2,4 juta per rumah. Itu pembiayaan lewat CSR, jadi masyarakat gratis,” sebut Asep.
Bisa dikatakan ramah lingkungan, Limar berpijar mengandalkan aki yang tenaganya diisi ulang menggunakan listrik dari solar panel.
“Setiap rumah diberikan lima buah lampu (satu paket), powernya itu pakai aki mobil. Pengecasan aki mobil pakai solar panel,” jelas Asep.
Cahaya Limar sudah mengubah ruang-ruang gelap jadi tempat cerah di Sabang sampai Merauke. Asep mengungkapkan, perjalanan terakhir santri sudah memasang Limar di daerah Poso, Sulawesi.
“Sekitar 50 rumah itu kita pasang (Limar),” ucap Asep.
Bukan hanya mengandalkan CSR dengan perusahaan saja, untuk pembiayaan produksi Limar, pesantren juga telah bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
“Kita juga sering kerja sama dengan pihak TNI. Karena kami sudah MoU dengan Mabes TNI Cilangkap,” ujar Asep.
Jika bekerjasama dengan TNI, Asep menuturkan nama Limar menjadi Lampu Tentara Rakyat (Lamtera). “Pada saat tahun 2014 awal kami kerja sama dengan mabes TNI, pada saat itu di-branding oleh Pak Gatot (Gatot Nurmantyo) itu di-branding Lemtera. Kalau tidak kerja sama dengan TNI itu namanya Limar,” jelas Asep.

Cara pemasangan Limar ke hunian penduduk yang belum tersentuh aliran listrik PLN yaitu dengan tim santri yang sudah dibentuk akan dikirim ke daerah tujuan.
Teknisnya, santri nantinya juga mengajak dan mengajari warga supaya mengerti pengoperasian Limar.
“Mudah sekali (pemasangan), jadi misalkan ada trouble di lapangan masyarakat dapat mengatasinya,” sebutnya.
Berbicara tentang Pesantren Darul Hidayah, mayoritas santri adalah kaum anak jalanan Kota Bandung. Sang pendiri pesantren, Ki Haji Ajengan Memed berinisiatif untuk membantu kaum marjinal agar bisa memperoleh pendidikan.
Sumber : https://jabar.waspada.co.id/2021/11/lampu-limar-karya-santri-terangi-nusantara/
Baca Selengkapnya
